Posts

Father

Setelah hampir empat jam diperjalanan, akhirnya rasa lelah dan letihku terbayarkan dengan pemandangan yang indah. Hamparan perkebunan dengan background bukit-bukit dan gunung ditambah udara yang sejuk menerpa wajahku melalui sela kaca helm, membuat aku mengurangi kecepatan motorku. Dari jarak lima puluh meter, aku bisa melihat ada sebatang pohon. Keberadaan pohon itu memperindah pemandangan disini, atau lebih kepada mengingatkan diriku pada diri sendiri. Sebatang pohon. Aku tidak bisa menolak hasrat untuk berhenti di dekat pohon itu. Tidak lebih dari sepuluh menit berdiri di bawah pohon sambil memandang luas ke arah perkebunan, sungai, gunung dan bukit-bukit yang sekarang sudah di bangun beberapa  rumah warga, sudah cukup mengembalikan seluruh kenanganku disini. Bahagia, haru dan sedih membaur jadi satu melukiskan senyum hambar di wajahku. Aku kembali melanjutkan perjalanan yang tak sampai lima kilometer sudah tiba percis di depan rumah ibuku. Bangunan rumah ibuku yang berbentuk

Kakak

Kebangetan!!! Ya, gw kebangetan. Butuh waktu 29 tahun bahkan hampir mau 30 tahun untuk gw sadar bahwa ada seseorang yang selama ini gw abaikan. Padahal ini orang udah banyak berkorban untuk gw. "Kakak, maafkan aku" batin gw. Berawal dari gak sengaja. Gak sengaja gw baca prstigeholics di line, seperti ini : E-MAIL vs TOMAT Seorang pengangguran melamar pekerjaan sebagai “office boy"di Istana Negara (kantor SBY), Jakarta. Andi Mallarangeng mewawancara dia dan melihat dia membersihkan lantai sebagai tesnya. "Kamu diterima,” katanya, “berikan alamat e- mailmu dan saya akan mengirim formulir untuk diisi dan pemberitahuan kapan kamu mulai bekerja.” Laki-laki itu menjawab,“Tapi saya tidak punya komputer, apalagi e-mail.” “Maaf,” kata Mallarangeng. “Kalau kamu tidak punya e-mail, berarti kamu tidak hidup. Dan siapa yang tidak hidup, tidak bisa diterima bekerja.” Laki-laki itu pergi dengan harapan kosong. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan

my beloved brother

Cerpen my beloved brother, mengingatkan aku kepada kakak dan adikku... Aku terlahir di dusun pegunungan yang jauh dari Kota. Hawa di sini begitu dingin, jika hari berganti malam rasa dingin itu seperti menusuk tulang kecilku. Aku memiliki seorang Adik laki–laki yang berumur lebih muda 3 tahun dariku. Sepeninggal orangtua kami, kami ikut dengan Paman dan Bibi yang bertahun–tahun tidak memiliki buah hati. Paman bekerja di kebun teh milik juragan Herman dan Bibi hanya pembantu rumahan. Gaji mereka tidak seberapa, yang terpenting kebutuhan keluarga dapat tercukupi. Aku terdidik oleh Paman dengan cara yang keras. Jika kami bermalas–malasan, Paman tak segan untuk memukuli kami. Walaupun begitu, aku tahu Paman menginginkan kami menjadi orang yang sukses kelak. Siang itu, cuaca tidak mendukung. Hujan deras disertai petir tak berhenti. Aku duduk terpaku di teras rumah. Beberapa anak kecil sebaya denganku memakai jaket melewati rumahku dengan payung di atasnya. Terbersit keinginan untuk m

NOTE

April 7 2010 mengertikah engkau akan jiwa yang lemah ini mengertikah engkau akan hati yang rapuh ini jika aku menangis, jika aku tersenyum   dan jika aku tidak bisa mengatakan tidak karena aku sangat mencintaimu. aku ingin menjadi cahaya dan kebahagiaan di dalam hidupmu. aku berharap kamu akan sabar memohon kepada Tuhan sehingga Tuhan memebrikan semua yang aku ingin. April 25, 2010 oh...i'm idiot. ketika aku melihat jalan yang ramai aku berbalik dan mencari jalanku sendiri benar-benar sendiri bayangan dirikupun tidak nampak aku terus berjalan dengan satu keyakinan keyakinan bahwa aku akan menemukan dirimu dalam perjalanan sepiku. mungkin aku orang yang benar-benar bodoh karena demi bersamamu   aku berjalan lain dari orang berjalan aku melihat lain dari orang melihat dan aku berfikir lain dari orang berfikir. apakah aku masih orang. atau hanya sesook manusia yang tidak berarti Mei 5, 2010 setapak demi setapa